DETROIT,iNews.id - Masyarakat Amerika tengah gandrung terhadap mobil listrik. Terbukti daftar inden Hummer electric sudah tembus 77.000 orang.
Padahal, General Motors (GM) hanya mampu memproduksi 12 unit Hummer electric sehari. Artinya, hanya ada 360 unit unit sebulan dan 4.320 unit setahun.
Artinya, orang terakhir di daftar tunggu butuh waktu 17 tahun untuk mendapatkan mobil pesanannya.
Menurut The Wall Street Journal, ada banyak alasan mengapa produksi mobil listrik di pabrik GM di Detroit sangat lambat.
Alasannya beragam, mulai dari teknologi EV yang masih relatif baru, hingga kendala bahan baku.
Padahal, produksi Hummer EV sebenarnya sudah dimulai 6 bulan lalu. GM mengungkap Hummer EV GMC ke publik di Oktober 2020.
Truk pikap listrik pertama GM itu ditujukan untuk bersaing dengan Ford, Tesla dan Rivian di pasar truk elektrik yang tumbuh cepat di Amerika. Hummer sendiri merupakan kendaran tempur.
Digunakan sebagai alat transportasi di perang Teluk pada awal 1990an. Tapi, selanjutnya menjadi mobil mewah yang digemari selebritis. Salah satunya Arnold Schwarzenegger.
Hummer dikenal dengan ukurannya yang masif, beratnya mencapai 4,5 tron dan konsumsi rata-rata bahan bakarnya adalah 1:4 km/liter.
Produksi Hummer dihentikan pada 2009 setelah GM bangkrut. Selanjutnya, GM menghabiskan USD2,2 miliar untuk merenovasi pabrik mereka di Detroit, yang memiliki sekitar 700 pekerja, untuk memproduksi kendaraan listrik.
GM menghabiskan USD2,2 miliar untuk merenovasi pabrik di Detroit untuk membuat kendaraan listrik. Foto: Mandel Ngan/Getty Images Juru bicara GM mengatakan, produksi kendaraan EV lebih lambat karena menggunakan platform yang sama sekali baru.
Jadi, masih perlu banyak penyesuaian. GM juga sudah melakukan banyak hal untuk terus meningkatkan jumlah produksi. Salah satunya, dengan menggunakan baterai sendiri yang diproduksi di Ohio.
”Kami targetkan ada peningkatan ratusan hingga ribuan pengiriman unit hingga akhir tahun ini,”. Hummer elektrik dipasarkan mulai USD85.000 (Rp1,2 miliar) hingga USD110.000 (Rp1,6 miliar) tergantung dari modelnya.
Lembaga riset JD Power menyebut bahwa semakin besar warga Amerika yang tertarik untuk membeli mobil listrik.
Rata-rata jumlah uang yang digunakan untuk membeli mobil listrik mencapai USD54.000 (Rp800 juta) atau naik 22 persen dibanding Mei 2021.
Melonjaknya biaya bahan baku yang dibutuhkan untuk mobil listrik seperti nikel, lithium dan kobalt, membuat pabrikan mobil dihadapkan pada biaya produksi yang lebih tinggi.
Perang di Ukraina juga menjadi faktor karena Rusia adalah pengekspor utama beberapa logam untuk kendaran listrik.
Editor : Ditya Arnanta
Artikel Terkait