Sopir Elf Maut di Karanganyar Resmi Tersangka, Akui Ikuti Google Maps Sebagai Penyebab
KARANGANYAR, iNewskaranganyar.id - Liburan yang seharusnya penuh tawa dan kebahagiaan berubah menjadi tragedi memilukan bagi rombongan wisatawan asal Bojonegoro.
Sebuah minibus Elf yang mengangkut 16 penumpang terguling di jalur ekstrem kawasan pegunungan Tawangmangu, menewaskan lima orang di lokasi kejadian.
Insiden naas ini terjadi pada Sabtu (17/5) sekitar pukul 10.00 WIB, saat kendaraan yang dikemudikan Heri P (40) melaju menuju tempat wisata di Ngargoyoso, Karanganyar.
Namun, alih-alih memilih jalur utama yang aman, pengemudi justru diarahkan aplikasi peta digital ke rute lama yang berbahaya: jalur Gondosuli-Tawangmangu, yang dikenal dengan kelokan tajam dan turunan curam.
Petunjuk Digital Berujung Duka
Menurut hasil penyelidikan Satlantas Polres Karanganyar, Heri sepenuhnya mengikuti arahan dari Google Maps tanpa mempertimbangkan kondisi jalan.
Di medan terjal tersebut, minibus diduga mengalami rem blong sebelum menghantam dinding Jembatan Banaran.
“Kami menemukan bahwa sopir menggunakan aplikasi peta digital sebagai panduan utama. Sayangnya, rute yang dipilih bukan jalur utama, melainkan jalur lama yang tidak layak dilalui kendaraan besar,” ujar Kanit Gakkum Polres Karanganyar, Iptu Yudho Sukarno.
Kelalaian yang Berujung Pidana
Kecelakaan tersebut menewaskan lima penumpang perempuan, termasuk seorang anak kecil, dan melukai 11 orang lainnya. Heri P selamat, namun kini harus berurusan dengan hukum. Ia telah resmi ditahan dan ditetapkan sebagai tersangka sejak 25 Mei 2025.
Wakapolres Karanganyar, Kompol Mardiyanto, menegaskan bahwa Heri dijerat Pasal 310 Ayat (4) Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
“Karena kelalaiannya menyebabkan hilangnya nyawa lima orang, ia terancam hukuman maksimal enam tahun penjara dan denda hingga Rp12 juta,” jelasnya.
Evaluasi Besar untuk Aplikasi Navigasi
Tragedi ini memunculkan sorotan tajam terhadap penggunaan teknologi navigasi dalam berkendara. Kepolisian setempat menyatakan akan segera menjalin komunikasi dengan penyedia layanan peta digital untuk memastikan jalur berbahaya tidak lagi direkomendasikan secara otomatis.
Peristiwa ini menjadi peringatan keras: teknologi memang membantu, tetapi kewaspadaan dan pengetahuan lokal tetaplah tak tergantikan.
Liburan tidak harus berakhir petaka—asal setiap keputusan dalam perjalanan dipertimbangkan dengan bijak.***
Editor : Ditya Arnanta