BANDUNG, iNewskaranganyar.id - Kisah legenda Sangkuriang salah satu cerita rakyat dari tanah Pasundan. Namun dalam artikel ini bukan untuk menceritakan cerita Sangkuringan yang jatuh cinta dengan Ibunya sendiri, Dewi Sumbi.
Namun kisah sangkuringan ini tak bisa dilepaskan dari Gunung Bukit Tunggul. Menurut legenda Sangkuriang, kayu yang digunakan membuat perahu atas permintaan Dayang Sumbi ditebang dari sebuah pohon di sebelah timur tempatnya dilereng Gunung Bukit Tunggul.
Setelah pohon ditebang, tinggallah umbi tunggul dari pohon tersebut sehingga masyarakat Bandung lama memberinya nama Gunung Bukittunggul. Gunung berketinggian 2.209 meter dpl. Bisa dikatakan bila gunung Bukit Tunggul ini salah satu gunung tertinggi di utara Bandung. Agar bisa sampai ke puncak gunung Bukittunggul, dapat dilakukan mulai dari tepi jalan Lembang – Ujungberung, naik ke arah perbukitan hutan pinus. Memasuki kawasan hutan, lereng sangat terjal sampai akhirnya menemukan dataran puncaknya.
Berdasarkan pada sebuah catatan dari seorang ahli Botani asal Belanda bernama Van der Pijl, sebelum bernama gunung Bukittunggul tadinya bernama Beuti Tunggul (beuti = umbi), tetapi karena kesalahan pemetaan berubah menjadi Bukit Tunggul.
Dikisahkan, Sangkuriang ini pun membuat perahu dari sebuah pohon besar yang tumbuh di sebelah timur. Dengan bantuan para makhluk halus, lewat tengah malam bendungan pun hampir selesai dikerjakan.
Tetapi Dayang Sumbi memohon kepada Sang Hyang Tunggal agar niat Sangkuriang tidak terlaksana. Dayang Sumbi lalu membentangkan helai kain boeh rarang (kain putih hasil tenunannya) di atas bukit di timur, sehingga kain putih itu tampak bercahaya bagai fajar yang merekah di ufuk timur.
Sementara itu ia pun berulang-ulang memukulkan alu ke lesung, seolah-olah sedang menumbuk padi. Para Mahluk Halus yang diperintahkan oleh Sangkuriang itupun ketakutan karena mengira hari mulai pagi. Mereka lalu lari menghilang bersembunyi di dalam tanah.
Karena gagal memenuhi syarat Dayang Sumbi, Sangkuriang menjadi gusar dan mengamuk. Perahu yang telah dikerjakannya dengan bersusah payah lalu ditendangnya ke arah utara dan jatuh menangkup menjadi Gunung Tangkuban Perahu.
Di puncak kemarahannya, dinding bendungan yang berada di sebelah barat dijebolnya kelak lubang tembusan air Citarum ini dikenal sebagai Sanghyang Tikoro.
Editor : Ditya Arnanta