SEMARANG, iNewskaranganyar.id - Lawang Sewu tentu sudah tak asing lagi ditelinga warga Kota Semarang. Bangunan peninggalan Pemerintah Hindia Belanda yang terletak di Jalan Pemuda, Sekayu, Semarang Tengah, Semarang, ini dahulunya dibangun sebagai kantor pusat Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatschappij (NIS).
Dibalik cerita horor, Lawang Sewu yang memiliki 1000 pintu ini merupakan salah satu obyek wisata andalan di Ibukota provinsi Jawa Tengah Ini.
Seperti dikutip iNewskaranganyar.id dari Wikipedia, bangunan ini berstatus sebagai aset Kereta Api Indonesia (KAI) karena merupakan buah dari perebutan NIS oleh Djawatan Kereta Api Republik Indonesia (DKARI) pada masa Perang Kemerdekaan.
Saat ini bangunan tersebut dijadikan sebagai museum dan galeri sejarah perkeretaapian oleh Unit Pusat Pelestarian dan Desain Arsitektur dan KAI Wisata.
Kompleks Lawang Sewu terdiri dari dua bangunan; yaitu gedung A dan B serta C dan D, menghadap Jalan Pemuda. Bangunan A menghadap bundaran Tugu Muda. Terdapat dua menara kembar di gedung A yang awalnya digunakan untuk menyimpan air, masing-masing dengan kapasitas 7.000 liter. Bangunan ini memiliki jendela kaca patri besar dan tangga besar di tengahnya. Di bawah bangunan terdapat sebuah lorong bawah tanah.
Gedung B terletak di belakang gedung A, setinggi tiga lantai dengan dua lantai pertama terdiri dari perkantoran dan yang ketiga adalah loteng. Bangunan dengan jendela-jendela besar ini juga memiliki lorong bawah tanah yang berfungsi sebagai saluran air. Di depan gedung berdiri Tugu Muda untuk memperingati Pertempuran Lima Hari.
Bila anda tertarik berkunjung ke Lawang Sewu, Berikut tiket masuk ke obyek wisata berejarah ini
- Tiket Masuk Dewasa Rp20.000
- Tiket Masuk Anak-anak Rp10.000
- Tiket Masuk Wisatawan Mancanegara Rp30.000
Jam Buka
- Jam Buka Weekday Pk. 08.00 – 17.00 WIB
- Jam Buka Weekend Pk. 08.00 – 20.00 WIB
Sejarah
Lawang Sewu diarsiteki oleh Cosman Citroen, dari firma yang dibentuk arsitek senior J. F. Klinkhamer dan B. J. Ouëndag. Bangunan ini dirancang dalam Gaya Hindia Baru, istilah yang diterima secara akademis untuk Rasionalisme Belanda di Hindia.
Mirip dengan Rasionalisme Belanda, gaya adalah hasil dari upaya untuk mengembangkan solusi baru untuk mengintegrasikan preseden tradisional (klasisisme) dengan kemungkinan teknologi baru. Ini dapat digambarkan sebagai gaya transisi antara Tradisionalis dan Modernis serta dipengaruhi oleh desain Berlage.
Konstruksi dimulai pada tahun 1904 dengan bangunan A yang selesai pada tahun 1907. Sisanya rampung pada tahun 1919. Awalnya digunakan oleh Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatschappij, perusahaan kereta api pertama di Hindia Belanda.
Setelah Jepang menduduki Hindia Belanda pada tahun 1942, tentara Jepang mengambil alih Lawang Sewu. Ruang bawah tanah gedung B diubah menjadi penjara dengan eksekusi mati dilakukan di dalamnya.
Ketika Semarang direbut kembali oleh Belanda dalam pertempuran di Semarang pada Oktober 1945, pasukan Belanda menggunakan terowongan yang mengarah ke gedung A untuk menyelinap ke kota.[8] Pertempuran terjadi dengan banyak pejuang Indonesia gugur. Lima pegawai yang bekerja di sana juga gugur.
Setelah perang, tentara Indonesia mengambil alih kompleks. Bangunan tersebut kemudian dioperasikan oleh Djawatan Kereta Republik Indonesia (DKARI). Pada tahun 1992 bangunan ini ditetapkan sebagai cagar budaya.
Asik sekali berwisata ke Lawang Sewu, selain bisa melihat kokohnya bangunan yang sudah berusia sangat tua ini, Anda pun akan dibawa kembali ke masa silam, kala bangunan ini masih berfungsi sebagai pusat pemerintahan Belanda. ***
Editor : Ditya Arnanta