Uniknya, meskipun ditulis menggunakan tangan,namun tulisan Al-quran pada kulit sapi tersebut cukup rapi bagaikan tulisan menggunakan mesin cetak. Setiap huruf pada Al-quran tulisan tangan cukup jelas. Bahkan hingga kini, tulisan tersebut masih bisa dibaca.
Tak heran,ada kolektor terkenal di Indonesia,berani membayar mahal Al-quran pada kulit sapi tersebut. Namun,pihak keturunan Hasan Tafsir,enggan menjual peninggalaan bersejarah tersebut.
Dia menjelaskan bahwa masuknya Islam di daerah ini berkembang pada 1800-an hingga 1940-an. Sebelum jaman pendudukan Jepang. Di tempat ini pula dulunya didirikan pondok pesantren.
Sayangnya, sejak meninggalnya kedua alim ulama tersebut yakni Hasan Tafsir maupun Imam Mubarok dan kurang berperannya generasi penerus sesudahnya, peninggalan sejarah Islam di daerah itu kurang terawat dan sejak tahun 1950-an pondok pesantren tersebut sudah tak ada bekasnya. Bangunan-bangunan tersebut berganti dengan permukiman penduduk.
"Namun hingga kini buku peninggalan dan berisikan catatan perjalanan Islam di tahun 1800-an ini masih terus dipelajari oleh sejumlah santri-santri dari sebuah ponpes di Ngawi,”ujarnya.
Dia juga menjelaskan ajaran agama Islam di sini pertama kali disebarkan oleh Hasan Istad pada 1800-an kemudian dilanjutkan oleh 2 keturunannya yakni Kiai Imam Mubarok dan ahli tafsir Syech Hasan Tafsir.
Hingga akhirnya Islam bisa menyebar sampai sekarang ini. Dan salah satu dari cicit Hasan Tafsir yang kini sedang mondok di sebuah Ponpes di daerah perbatasan Madiun Ponorogo diharapkan dapat kembali meneruskan dakwah yang sempat terputus sejak meninggalnya alim ulama tersebut. ***
Editor : Ditya Arnanta