Namun, karena reformasi pada 1998, rencana penggusuran dibatalkan dan warteg tersebut bertahan selama 1 dekade alias 10 tahun. Dari hasil usaha warteg tersebut, dia kemudian memilih membuka warteg sendiri yang diberi nama Warteg Kharisma Bahari. Yudi juga mendirikan kemitraan dengan nama
Warteg Kharisma Bahari Group.
"Ide awal membuka kemitraan Kharisma Bahari Group berawal dari ketidaksengajaan. Awalnya kami punya cabang tiga, dua cabang cuma dikelola karyawan saja. Karena semakin lama semakin berantakan, dan minus, akhirnya kami mengajak teman atau keluarga yang ingin membuka warteg yang tidak punya modal
dengan pembagian hasil 50-50," kata dia, dikutip dari laman Warteg Kharisma Bahari Group.
Mulai saat itu, Kharisma Bahari Group membuka kemitraan dengan para investor untuk bergabung dengan Warteg Kharisma Bahari Group, hanya dengan beli sekali untuk satu outlet warteg dengan harga Rp130 juta di luar biaya sewa kios.
Namun jika investor meminta karyawan dari Kharisma Bahari Group, ke depannya kemitraan mereka berupa bagi hasil. Laba bersih yang di dapatkan di bagi dua, 50 persen untuk pengelola dan 50 persen untuk investor.
Saat ini, Warteg Kharisma Bahari memiliki lebih dari 400 partner yang terdaftar sebagai mitranya. Selain itu, Warteg Kharisma Bahari juga telah memiliki lebih dari 800 cabang yang tersebar di seluruh Indonesia.
Berita Ini Sebelumnya telah tayang di iNews.id dengan judul "Kisah Lulusan SD Pemilik Warteg Kharisma Bahari, dari Modal Mertua Kini Ada Ratusan Cabang "
***
Editor : Ditya Arnanta