PEMALANG,iNews.id – Semangat tidak bisa menggerus usia. Meski tak muda lagi sosok Isa Ansori (58) warga Belik kabupten Pemalang bisa menjadi panutan.
Naik turun gunung, masuk wilayah hutan masih dilakoninya hingga saat ini untuk melakukan penyelamatan lingkungan hidup di wilayahnya. Dikutip dari laman jatengprov.go.id, sudah ada sekitat 78 titik sumber mata air berhasil terselamatkan dengan kegigihannya sehinga warga di tiga desa terpenuhi kebutuhan air bersih.
Baginya, hutan, gunung beserta fungsinya bukan warisan melainkan titipan yang sudah selayaknya dijaga dan dilestarikan untuk tetap berfungsi dengan baik.
“Motivasi saya, yang pertama alam ini bukan warisan kita tapi titipan jadi kita harus menjadikan ke depan terus baik. Kedua, saya capek terkait dengan warga yang mengeluh keterbatasannya air, sehingga mereka beli. Ketiga, melihat hutan kita terjadi degradasi hutan," jelasnya.
Diketahui Isa Ansori memulai merawat hutan sejak 1990 silam, dengan membentuk Komunitas Pecinta Alam Shabawana. Bersama komunitas tersebut dirinya aktif melakukan konservasi hutan di wilayah Kecamatan Belik, atau Pemalang Selatan.
Atas dedikasinya pemerintah beberapa kali memberikan penghargaan. Bahkan Penghargaan Kalpataru sebagai perintis, pengabdi, penyelamat dan pembina lingkungan hidup 2022 juga didapatkannya.
Menurutnya wilayah Pemalang Selatan mengalami degradasi hutan di medio 1990, yang mengakibatkan kelangkaan air bersih. Warga terpaksa membeli air bersih untuk kebutuhan harian.
Prihatin dengan kondisi tersebut, Isa Ansori memilih keluar masuk hutan dan naik turun gunung, untuk mendapatkan titik sumber mata air.
“Pertama mendirikan Komunitas Pecinta Aalam Shabawana, itu embrio pecinta alam di Pemalang, dibantu juga sebagian kelompok tani hutan. Yang pertama ke wilayah terdekat sumber ada gak sih, baru saya ke lokasi observasi ke lapangan, lalu dilakukan untuk penananam pohon,” kata Isa Ansori.
Hal itu dilakukan sejak 1990, karena di wilayahnya mulai sering mengalami kekeringan. Warga kesulitan mendapatkan air bersih bahkan sampai kurun waktu empat sampai sembilan bulan, terutama di musim kemarau.
“Saat itu, sekitar 80 persen warga beli air. Mulai 1990 itu intens melakukan penyelamatan sumber mata air sampai sekarang,” paparnya.
Penyelamatan dilakukan dengan cara, mencari titik sumber mata air kemudian dilakukan penanaman pohon yang memiliki fungsi serapan air tinggi, seperti pohon karet kebo dan pohon beringin.
“Ini namanya pohon Karet Kebo, untuk serapan air ketika musim hujan sangat tinggi. Satu batang kecil 20 liter sampai 60 liter, kalau besar 200 bahkan ribuan liter. Tujuannya kalau ada serapan air begini nantinya musim kemarau dia akan melepas air, sehingga musim kemarau sumber mata air masih akan teraliri airnya. Karena memang ada tandonnya, tandonnya ada di tanaman seperti ini,” jelasnya.
Untuk mendapatkan bibit pohon tersebut, Isa Ansori melakukan pencangkokan di pohon yang lebih besar, dan sebagian menggunakan teknik stek.
“Hasilnya ditanam di 78 titik sumber mata air. Di Kecamatan Belik ada 160 titik sumber mata air, jadi masih 82 titik yang masih jadi pekerjaan rumah,” ujarnya.
Seiring waktu, kegigihan Isa Ansori membuahkan hasil. Saat ini, 78 titik sumber mata air yang ia selamatkan mampu mengaliri air untuk memenuhi kebutuhan warga di tiga desa, yakni Mendelem, Beluk dan Belik.
“Menanam ini sehingga ada 60 persen sudah tercukupi kebutuhan air. Airnya mengalir untuk tiga desa yakni Mendelem, Beluk dan Belik. Harapannya mampu mencukupi air 100 persen,” imbuhnya.
Sementara Ketua Komunitas Pecinta Alam Shabawana, Eka Waluyo menuturkan, Isa Ansori merupakan figur orang tua, senior dan pembimbing sebagai yang menginspirasi genertasi muda saat ini untuk tetap melestarikan lingkungan hidup.
“Ketika beliau di umur yang sudah sepuh, masih geliat melakukan kegiatan konservasi dan pembinaan bagi para permuda, untuk ikut peduli terhadap lingkungan. Sebenarnya bagi kami suri teladan dan cambukan luar biasa, dan kami pun terpanggil terdepan untuk kegiatan konservasi lingkungan,” tandasnya.
Editor : Ditya Arnanta