SOLO, iNewakaranganyar.id – Pelaksanaan program makan bergizi gratis (MBG) di Jawa Tengah terus berkembang, namun juga menghadapi dinamika di lapangan. Untuk meminimalisir masalah sekaligus memperkuat tata kelola, Gabungan Pengusaha Makan Bergizi Indonesia (Gapembi) Jawa Tengah melakukan sosialisasi hingga ke tingkat Kabupaten Kota.
Sosialisasi melalui silaturahmi wilayah ini berlangsung di Hotel Red Chilies Solo, Jumat (19/9/2025).
Ketua Gapembi Jateng, Musthofa Safawi, menyebutkan organisasi ini lahir dari kebutuhan bersama para pemilik dapur yang menjadi mitra Program Makan Bergizi Nasional (PGN).
“Kita hadir untuk membantu pemerintah mensukseskan program makan bergizi gratis. Gapembi berperan sebagai wadah komunikasi, kolaborasi, dan pengawasan agar meminimalisir masalah yang timbul di lapangan,” kata Musthofa.
Ia mengakui, karena masih baru, program ini memiliki banyak kekurangan, mulai dari regulasi hingga isu teknis seperti keamanan pangan. Namun, menurutnya, masalah tidak boleh menjadi alasan berhenti.
“Yang viral memang kekurangannya, tapi justru itu yang harus kita benahi. Gapembi berfungsi membina anggota, mengawal pemilihan bahan, pengolahan, hingga distribusi makanan,” jelasnya.
Bendahara Gapembi, Joko Sutrisno, menambahkan, keberadaan asosiasi membuat para pengusaha dapur bisa saling belajar.
“Kita bisa sharing apa yang harus dihindari supaya tidak terjadi chaos. Bahkan, lewat Gapembi kita bisa memperkuat branding program ini agar tidak ada image negatif di masyarakat,” terangnya.
Joko menekankan, selain aspek sosial, manfaat ekonomi juga nyata.
“Ada link and match antaranggota, termasuk urusan supplier. Kita bisa dapat bahan dengan harga lebih efisien. Dengan begitu, pelayanan lebih baik, bisnis lebih sehat, dan kontribusi dapur pun semakin besar,” imbuhnya.
Sementara itu, pengurus Gapembi, Putut, menyoroti pentingnya pengawasan. Menurutnya, setelah terbentuk di level provinsi, struktur organisasi akan dikembangkan hingga karesidenan dan kabupaten/kota.
“Tujuannya supaya pengawasan dan komunikasi lebih dekat dengan dapur-dapur di daerah. Dengan begitu, masalah bisa cepat dicegah,” katanya.
Saat ini, terdapat potensi 3.200 titik Sentra Penyediaan Program Gizi (SPPG) di Jawa Tengah. Sekitar 50 persen sudah beroperasi, dengan 30 persen di antaranya telah berjalan aktif, sementara sisanya masih dalam proses persiapan. Setiap dapur rata-rata menyerap 50 tenaga kerja, dari ahli gizi hingga staf akuntansi, sehingga efek ekonomi yang ditimbulkan sangat besar.
“Gapembi hadir untuk meminimalisir potensi masalah, baik teknis maupun tata kelola. Intinya, program ini harus benar-benar sampai pada rakyat, meningkatkan gizi sekaligus membuka lapangan kerja,” pungkas Musthofa.
Editor : Lituhayu
Artikel Terkait
