Dusun Sintru Karanganyar, Saksi Masuknya Islam di Lereng Gunung Lawu

Bramantyo
Sulaiman salah satu cicit dari keturunan Hasan Tafsir menunjukan Al Quran tertua tulisan tangan yang dibawa leluhurnya saat menyebarkan islam di Karanganyar (Foto: iNewskaranganyar.id/Bramantyo)

KARANGANYAR, iNewskaranganyar.id - Sepintas dusun Sintru, Desa Doplang, Karangpandang, Karanganyar ini sama dengan desa-desa lain yang ada di Karanganyar. Namun siapa sangka, dusun kecil di lereng Gunung Lawu ini, saksi penyebaran Islam di Tanah Mataram.

Lantunan ayat suci Al-Quran terdengar dari langgar-langgar kecil, saat iNewskaranganyar.id memasuki Dusun Sintru. Tak lama kemudian, kumandang adzan Dhuhur pun berkumandang sahut menyahut dari tiap-tiap masjid. Dari kejauhan, warga yang hendak pergi ke masjid pun mulai terlihat. 

Nafas Ramadhan begitu terasa di dusun ini. Suasana menghidupkan Ramadhan sudah ada di dusun kecil di lereng Gunung Lawu ini sejak 1800-an. Dari dusun kecil inilah Islam masuk ke tanah Mataram, khusunya di Tanah Mangkunegaran yang kini bernama Karanganyar.

Sebelum islam masuk ke Karanganyar, daerah ini dahulunya di dominasi ajaran kejawen. Kala itu, mereka menyambut kehadiran ajaran baru di dusun mereka yang dibawa oleh seorang tokoh bernama Hasan Tafsir yang diyakini sebagai orang pertama yang menyebarkan Islam di wilayah tersebut. 

Seiring perjalanan sang waktu, ajaran pengganti dari ajaran kejawen itu pun semakin meluas dan mengakar di wilayah yang dahulunya sempat masuk wilayah Keraton Kasunanan sebelum akhirnya dikuasai Pura Mangkunegara ini. 

Salah satu situs bukti penyebaran islam di daerah yang terletak di lereng Gunung Lawu ini adalah makam kuno dari Hasan Tafsir yang diyakini sebagai orang pertama yang menyebarkan Islam di wilayah tersebut.


Sulaiman salah satu cicit dari tokoh yang menyebarkan agama Islam menunukan Al Quran tulisan tangan yang berusia 200 tahun lebih (Foto: iNewskaranganyar.id/Bramantyo)

 

Hanya saja tak ada keterang resmi menyangkut asal muasal Hasan Tafsir itu sendiri. Bahkan salah satu keturunan Hasan Tafsir yang bernama Sulaiman itu sendiri tidak mengetahui pasti dari mana asal muasal moyangnya itu. 

Sulaiman hanya mengetahui cerita dari orang tuanya bila Hasan Tafsir itu seorang ulama besar dari timur tengah yang terdampar di daerah Matesih.

Matesih itu sendiri dulunya masih berwujud hutan berantara. Dan penduduknya kala itu masih didominasi penganut agama Hindu.  Terbukti di kawasan Ngaroyoso yang berdekatan dengan Matesih berdiri dua candi yang masih kokoh sampai sekarang. Yaitu Candi Sukuh dan Candi Cetho.

Lewat sentuhan dan kesabarannya Hasan Tafsir dalam berdakwah, pelahan namun pasti mampu menyebarkan agama Islam. Sebuah agama baru di tengah warga pemeluk agama Hindu.

Selain dikenal sebagai tokoh penyebar agama Islam, Hasan Tafsir juga dikenal sebagai tokoh yang memiliki kesaktian. Terbukti di makam tersebut juga terdapat prasasti Kyai Imam Mubarok yang berbentuk payung yang menurut kepercayaan warga setempat itu dibuat dari batu bulat dan di potong menjadi dua dan separuhnya digunakan sebagai payung di saat hujan ataupun panas sewaktu beliau pergi berdakwah.

Ada juga peninggalan masjid Nurul Huda, masjid pertama dan tertua di Karangpandan, didirikan tidak jauh dari makam Hasan tafsir, namun dengan berjalannya waktu masjid itu telah mengalami perpindahan sebanyak 3 kali dari tempat awalnya.

Meski sudah mengalami perpindahan sebanyak 3 kali, namun menurut salah satu cicit dari keturunan tokoh penyebaran agama islam, Hasan Tafsir, bernama Sulaiman, bentuk masjid itu tidak pernah berubah hingga sekarang.

Hanya bedanya dulu awal berdirinya beruba dinding bambu namun sekarang sudah di ganti dengan semen.

"Masjid ini sudah tiga kali kami pindah. Soalnya jumlah jamaahnya terus bertambah, sehingga membutuhkan lokasi yang lebar,"jelas Sulaiman saat ditemui iNewskaranganyar.id.

Selain makam dan masjid, bukti lainnya yang menunjukan penyebaran islam berupa ayat suci Al-Quran yang ditulis langsung oleh Hasan Tafsir diatas kulit hewan.

Hanya sayangnya karena tidak dirawat dengan baik tafsir Quran kuno yang ditaksir berusia 2 abad lebih tersebut sebagian dimakan rayap dan juga banyak bagian yang diambil oleh orang-orang.

Selain Al-quran tulisan tangan bukti lainnya yang masih tersimpan di masjid tersebut adalah sejumlah buku di antaranya catatan perjalanan Islam, ajaran agama serta ilmu pengobatan.

Buku-buku ini memakai huruf Arab Jawa. iNewskaranganyar.id berkesempatan untuk bisa melihatnya secara langsung. 

Tafsir Quran itu dituliskan di atas kulit sapi yang sudah di samak, ditulis dengan tinta bak berwarna merah juga hitam dan di buat seperti lembaran kertas. Disusun rapi selayaknya cetakan di jaman sekarang. Masih tersimpan sampai sekarang.

Uniknya, meskipun ditulis menggunakan tangan,namun tulisan Al-quran pada kulit sapi tersebut cukup rapi bagaikan tulisan menggunakan mesin cetak. Setiap huruf pada Al-quran tulisan tangan cukup jelas. Bahkan hingga kini, tulisan tersebut masih bisa dibaca.

Tak heran,ada kolektor terkenal di Indonesia,berani membayar mahal Al-quran pada kulit sapi tersebut. Namun,pihak keturunan Hasan Tafsir,enggan menjual peninggalaan bersejarah tersebut.

Dia menjelaskan bahwa masuknya Islam di daerah ini berkembang pada 1800-an hingga 1940-an. Sebelum jaman pendudukan Jepang.  Di tempat ini pula dulunya  didirikan  pondok pesantren. 

Sayangnya, sejak meninggalnya kedua alim ulama tersebut yakni  Hasan Tafsir maupun Imam Mubarok dan kurang berperannya generasi penerus sesudahnya, peninggalan sejarah Islam di daerah itu kurang terawat dan sejak tahun 1950-an pondok pesantren tersebut sudah tak ada bekasnya. Bangunan-bangunan tersebut berganti dengan permukiman penduduk.

"Namun hingga kini buku peninggalan dan berisikan catatan perjalanan Islam di tahun 1800-an ini masih terus dipelajari oleh sejumlah santri-santri dari sebuah ponpes di Ngawi,”ujarnya.

Dia juga  menjelaskan ajaran agama Islam di sini pertama kali disebarkan oleh Hasan Istad pada 1800-an kemudian dilanjutkan oleh 2 keturunannya yakni Kiai Imam Mubarok dan ahli tafsir Syech Hasan Tafsir.

Hingga akhirnya Islam bisa menyebar sampai sekarang ini. Dan salah satu dari cicit Hasan Tafsir yang kini sedang mondok di sebuah Ponpes di daerah perbatasan Madiun Ponorogo diharapkan dapat kembali meneruskan dakwah yang sempat terputus sejak meninggalnya alim ulama tersebut. ***

Editor : Ditya Arnanta

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network