JAKARTA, iNewskaranganyar.id - Adab dan Akhlak kerap diucapkan untuk menggambarkan seseorang atau kejadian yang tengah jadi pembicaraan di khalayak umum.
Tapi sudah menjadi rahasia umum, masih banyak dari masyarakat atau yang mengucapkan kata Adab dan Akhlak itu sendiri tidak paham dengan artinya.
Tak sedikit yang mendefinisikan berakhlak adalah orang-orang yang senantiasa hidup sesuai aturan, seperti bersikap disiplin dan memiliki tingkat kepatuhan tinggi.
Nyatanya, masih banyak yang keliru terhadap maksud dari berakhlak, serta perbedaannya dengan yang dimaknai sebagai beradab.
Kategori manusia berakhlak dan beradab dalam perspektif Islam memiliki tafsiran yang berbeda. Dai kondang Ustadz Adi Hidayat, dilansir dari akun YouTube resminya, Adi Hidayat Official, menjelaskan dua kata tersebut kerap masih disalahpahami oleh kebanyakan orang.
Adab dimaknai sebagai nilai kemuliaan yang diperoleh dari proses belajar. Dari proses pembelajaran tersebut, barulah kemudian akan membentuk sebuah peradaban. Maka dapat dikatakan bahwa untuk memiliki sebuah adab dan membentuk peradaban syaratnya hanyalah melalui proses belajar.
Kategori manusia berakhlak dan beradab dalam perspektif Islam memiliki tafsiran yang berbeda. Dai kondang Ustadz Adi Hidayat, dilansir dari akun YouTube resminya, Adi Hidayat Official, menjelaskan dua kata tersebut kerap masih disalahpahami oleh kebanyakan orang.
Adab dimaknai sebagai nilai kemuliaan yang diperoleh dari proses belajar. Dari proses pembelajaran tersebut, barulah kemudian akan membentuk sebuah peradaban. Maka dapat dikatakan bahwa untuk memiliki sebuah adab dan membentuk peradaban syaratnya hanyalah melalui proses belajar.
Inilah mengapa zaman dahulu banyak dibangun peradaban, seperti peradaban Mesir, ataupun Yunani. Meskipun perlu diketahui bahwa orang-orang di dalam peradaban tersebut tak dapat dijamin keimanannya.
Tak hanya itu, di Jepang juga terdapat banyak peradaban. Seperti penerapan budaya antre yang tak pernah lepas sebagai kebiasaan sehari-hari warga Jepang. Pun pembagian sisi eskalator, sisi kanan untuk yang terburu-buru dan sisi kiri untuk yang bersantai, sehingga dapat menyesuaikan kondisi dari setiap masing-masing orang yang menggunakan eskalator tersebut. Dengan begitu, tidak bisa jika menggunakan kedua sisi untuk mengobrol berdampingan.
Lebih lanjut Ustadz Adi menjelaskan, ia mengisahkan pengalamannya saat mengunjungi Negeri Sakura tersebut. Ia mengungkapkan kekagumannya terhadap budaya yang melekat pada tiap individu di Jepang, sebagaimana saat ia melihat terdapat sebuah anting emas yang jatuh di tempat penyeberangan jalan.
Menakjubkannya, tak seorang pun yang berniat untuk mengambilnya. Jika mendapati sebuah barang jatuh di tengah jalan, mereka justru akan lebih tergerak untuk memindahkan barang tersebut ke pinggir jalan sehingga barang jatuh tersebut tak rusak terinjak dan mudah ditemukan bagi yang merasa kehilangan.
“Ini yang dapat dikatakan sebagai adab. Kalau mau dapatkan adab, ukurannya bukan hanya dari negara muslim saja. Negara non-muslim juga bisa (mencontohkan adab),” ungkapnya.
Namun, berbeda dengan akhlak, akhlak dimaknai sebagai nilai kemuliaan yang dihasilkan dari proses beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Karenanya, orang yang beradab tak bisa dipastikan bahwa ia berakhlak. Nilai inilah yang dapat dikatakan fitrah kehidupan, karena didapati dari yang dihasilkan oleh ibadah.
Terkait dengan itu, proses penciptaan manusia disebut 'khalaq' Sedangkan, penciptanya disebut dengan 'khaliq'. Sehingga, Allah Subhanahu wa Ta'ala disebut sebagai sang khalik. Hal ini sebagaimana tertulis dalam Surat Al-Hijr ayat 28, yang artinya:
“Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, “Sungguh, Aku akan menciptakan seorang manusia dari tanah liat kering dari lumpur hitam yang diberi bentuk,” (QS. Al Hijr [15]: 28).
Karakter manusia yang mulia bisa diperoleh melalui ibadah untuk mencapai akhlak tinggi. Seperti contohnya akhlak yang dimiliki oleh baginda Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wasallam yang didasari oleh ibadah sepanjang hayat beliau.
Ibadah-ibadah yang dijalankan dengan benar secara tak langsung akan membentuk sebuah akhlak yang mulia. Hal ini yang otomatis akan menghindari orang beriman untuk mendekati maksiat, seperti meminum khamr dan berzina.
“Makanya kita diminta untuk sholat, puasa, baca Alquran supaya memiliki akhlak. Apa nilai kemuliaan dari akhlak? Bukan hanya sekadar disiplin dan jujur, tetapi lebih tinggi dari itu. Yakni bagaimana meninggalkan semua yang tidak baik, seperti khamr dan zina,” papar pendakwah kelahiran Pandeglang, Banten ini.
Lebih lanjut ia menjelaskan, dengan beribadah, salah satunya dengan sholat dapat membentuk akhlak dalam diri seseorang.
Sholat yang didirikan umat muslim akan menjauhkan dari perilaku mungkar yang bersumber dari syahwat seperti pornografi dan pornoaksi. Hal ini sesuai dengan firman Allah Ta'ala dalam Surah Al-Ankabut ayat 45, yang artinya:
“Bacalah Kitab (Alquran) yang telah diwahyukan kepadamu (Muhammad) dan laksanakanlah salat. Sesungguhnya salat itu mencegah dari (perbuatan) keji dan mungkar. Dan (ketahuilah) mengingat Allah (salat) itu lebih besar (keutamaannya dari ibadah yang lain). Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Ankabut [29]: 45).
Maka jika orang Jepang dianggap sebagai manusia berakhlak, maka menurut Ustadz Adi Hidayat itu sebuah kekeliruan. Bahkan, hal ini dapat dinyatakan sebagai tanda bahwa kurangnya pengetahuan dalam memaknai akhlak itu sendiri.
“Makanya kalau bilang orang Jepang dan misal Selandia Baru itu berakhlak, berarti Anda kurang pengetahuan. Karena di sana memang disiplin, namun mabuk jalan terus, dan zina bahkan terbilang biasa. Itu bukan akhlak, melainkan adab," ujarnya.
"Karenanya, orang yang beribadah dengan benar sudah pastilah dirinya berakhlak. Sedangkan orang yang belajar itu beradab, namun belum tentu ia memiliki akhlak,” pungkas dia.***
Editor : Ditya Arnanta
Artikel Terkait