SOLO, iNews.id - Pintu berukuran kecil disamping tembok Keraton Kasunanan tentu sudah begitu akrab dengan masyarakat Solo. Masyarakat akrab menyebut pintu berukuran kecil di tembok Keraton ini dengan sebutan 'Lawang Dodok'.
Karena ukurannya begitu kecil, sehingga orang yang hendak masuk kedalam komplek Keraton haruslah Merunduk seperti orang dodok (Jongkok). Tapi tahukan, biar pintu ini berukuran kecil, namun pintu ini telah menyelamatkan ratusan jiwa warga yang ada didalam lingkungan Keraton, begini kisahnya.
Pintu berukuran kecil yang menempel ditembok Keraton ini sebenarnya bukanlah pintu resmi masuk kedalam Keraton. Namun akses jalan ini sering dilalui masyarakat.
Apalagi saat Keraton Kasunanan menggelar tradisi besar, seperti kirab benda pusaka, Jumenengan (kenaikan tahta) yang mengharuskan pintu utama Keraton ditutup dikarenakan sudah banyak masyarakat yang berkumpul di Kori Kamandungan, sudah pasti akses jalan ini menjadi satu-satunya akses masuk kedalam lingkungan keraton.
Salah satu kerabat Keraton Kasunanan RM Sriyo Panji Restu Budi Setiawan mengatakan banyak yang mengira bila akses itu merupakan akses keluar masuk para abdi dalem. Sebenarnya akses itu bukan salah satu pintu masuk kedalam Keraton dan bukan pula akses masuk para abdi dalem.
Menurut pria yang akrab di sapa Restu ini, Keraton Kasunanan hanya memiliki empat pintu masuk utama. Keempat pintu masuk utama Keraton itu berada di empat penjuru mata angin. Yaitu pintu di bagian timur, selatan, barat dan selatan.
"Keraton hanya mempunyai empat pintu masuk utama. Yaitu pintu utama di bagian timur, selatan, barat dan utara. Dan pintu kecil yang kerap digunakan keluar masuk masyarakat itu bukan pintu utama dan bukan pula Lawang dodok. Kalau Lawang dodok sendiri itu tempatnya bukan di situ,"papar Restu belum lama ini.
Lantas kalau bukan pintu utama atau pintu masuk para abdi dalem, mengapa pintu itu dibuat.
Menurut Restu, pintu yang ada di tembok di tempat tinggal para abdi dalem di wilayah Gambuhan itu sebenarnya bukanlah sebuah pintu. Tapi itu bagian dari tembok Keraton yang sengaja di jebol oleh pihak Keraton.
Pihak Keraton sengaja menjebol tembok itu agar air yang menggenangi Keraton saat banjir besar melanda Kota Solo pada tahun 1966 bisa mengalir ke daerah Kalilarangan.
Saat itu, ungkap Restu, tahun 1966 kota Solo dilanda banjir besar. Hampir semua wilayah di Kota Solo ini kebanjiran. Termasuk didalam lingkungan Keraton Solo pun tak luput dari banjir.
Bisa dibayangkan, dengan tembok berukuran cukup tinggi mengelilingi Keraton, membuat Keraton Solo bagaikan kolam penuh air. Bahkan, ketinggian air didalam Keraton saat itu, sudah mencapai 3/4 dari Lawang gapit.
"Keraton saat itu sudah dikepung air. Ketinggian air sudah mencapai 3/4 Lawang gapit. Dan akibat banjir itu, benteng keraton di bagian selatan jebol tak kuat menahan air,"papar Restu.
Kondisi itu membuat pihak Keraton berpikir keras bagaimana caranya mengurangi ketinggian air yang sudah mengepung dalam Keraton. Pasalnya, bila air tidak segera dikurangi, bisa mengancam kehidupan didalam Keraton.
Pihak Keraton pun saat itu langsung melakukan pemetaan untuk mencari cara mengurangi ketinggian air didalam Keraton.
Dan akhirnya solusi menyelamatkan ratusan jiwa nyawa warga yang saat itu terkepung oleh ketinggian air didalam lingkungan Keraton ini pun didapat.
Akhirnya pihak Keraton melihat tembok yang ada di tempat tinggal abdi dalem di wilayah Gambuhan sudah dalam posisi retak.
Khawatir tembok di wilayah Gambuhan juga jebol seperti tembok Keraton di bagian Selatan, akhirnya pihak Keraton mengintruksikan agar tembok di Gambuhan itu di jebol.
"Tujuannya, agar air bisa keluar ke arah Kalilarangan. Dan pilihan menjebol tembok Gambuhan itupun cukup berhasil. Air didalam lingkungan Keraton berhasil berkurang. Selain tembok Gambuhan, Keraton pun menjebol tembok di wilayah selatan,"terang Restu.
Cara itu pun berhasil. Air bisa keluar kearah Kalilarangan. "Keraton tak lagi kebanjiran. Ada dua tembok yang dijebol selain tembok Gambuhan. Yaitu diwilayah selatan,"ujarnya.
Namun seiring berjalannya waktu, tembok Keraton yang dijebol itupun kini menjadi salah satu akses masuk kedalam lingkungan Keraton.
Pihak Keraton sendiri tak punya rencana sama sekali untuk menutup tembok yang dijebol itu. Bahkan saat ini akses masuk tak resmi itupun menjadi viral di media sosial.
"Kalau sekarang akses masuk kedalam Keraton itu menjadi viral di Medsos, tidak masalah. Yang penting bagi Keraton, masyarakat bisa menggunakan akses itu dengan sebaik-baiknya," terangnya
Editor : Ditya Arnanta
Artikel Terkait