get app
inews
Aa Text
Read Next : MUI Tangsel Minta Tempat Hiburan Malam di Tangsel Ditutup Saat Ramadhan

4 Golongan Muslim Ini Dengan Kondisi Tertentu Dapat Keringanan Tak Berpuasa, Siapa Saja?

Minggu, 03 April 2022 | 11:26 WIB
header img

KARANGANYAR, iNews.id - Puasa di bulan suci Ramadan hukumnya wajib dilaksanakan bagi umat muslim.

Hukum wajib puasa Ramadan bagi umat muslim sudah jelas ada didalam surah Al-Baqarah ayat 183 yang berbunyi:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa,"

Dan Allah SWT juga berfirman dalam surah Al-Baqarah ayat 185:

شَهْرُ رَمَضَانَ ٱلَّذِىٓ أُنزِلَ فِيهِ ٱلْقُرْءَانُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنَٰتٍ مِّنَ ٱلْهُدَىٰ وَٱلْفُرْقَانِ ۚ فَمَن شَهِدَ مِنكُمُ ٱلشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ ۖ وَمَن كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ أَيَّامٍ أُخَرَ ۗ يُرِيدُ ٱللَّهُ بِكُمُ ٱلْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ ٱلْعُسْرَ وَلِتُكْمِلُوا۟ ٱلْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا۟ ٱللَّهَ عَلَىٰ مَا هَدَىٰكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

Artinya: "(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur."

Namun ternyata ada muslim dalam kondisi tertentu yang tidak diwajibkan untuk berpuasa. Lalu siapa saja golongan muslim yang dapat keringanan untuk tak berpuasa?

Dikutip dari buku Bekal Meraih Ramadhan Penuh Berkah, karya Muhammad Abduh Tuasikal terbitan Pustaka Muslim, berikut ini golongan muslim yang dapat keringanan tak berpuasa.

1. Orang sakit ketika sulit berpuasa. Untuk orang sakit ada tiga kondisi yakni:

Kondisi pertama, apabila sakitnya ringan dan tidak berpengaruh apa-apa jika tetap berpuasa. Contohnya adalah pilek, pusing atau sakit kepala yang ringan. Untuk kondisi pertama ini tetap diharuskan untuk berpuasa.

Kondisi kedua, apabila sakitnya bisa bertambah parah atau akan menjadi lama sembuhnya dan menjadi berat jika berpuasa, namun hal ini tidak membahayakan.

Untuk kondisi ini dianjurkan untuk tidak berpuasa dan dimakruhkan jika tetap ingin berpuasa.

Kondisi ketiga, apabila tetap berpuasa akan menyusahkan dirinya bahkan bisa mengantarkan pada kematian. Untuk kondisi ini diharamkan untuk berpuasa.

Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala (yang artinya), “Dan janganlah kamu membunuh dirimu.” (QS. An Nisa’: 29)

2. Orang yang bersafar

Ketika sulit berpuasa Musafir yang melakukan perjalanan jauh sehingga mendapatkan keringanan untuk mengqoshor shalat dibolehkan untuk tidak berpuasa. Manakah yang lebih utama bagi orang yang bersafar, berpuasa ataukah tidak? Para ulama dalam hal ini berselisih pendapat. Namun yang lebih tepatnya kita melihat dari kondisi musafir berikut ini:

Kondisi pertama, jika berat untuk berpuasa atau sulit melakukan hal-hal yang baik ketika itu, maka lebih utama untuk tidak berpuasa.

Kondisi kedua, jika tidak memberatkan untuk berpuasa dan tidak menyulitkan untuk melakukan berbagai hal kebaikan, maka pada saat ini lebih utama untuk berpuasa. Alasannya karena lebih cepat terlepasnya beban kewajiban puasa. Begitu pula hal ini lebih mudah dilakukan karena berpuasa dengan orang banyak itu lebih mudah daripada mengqodho’ puasa sendiri di saat orang-orang tidak banyak yang berpuasa.

Kondisi ketiga, jika berpuasa akan mendapati kesulitan yang berat bahkan dapat mengantarkan pada kematian, maka pada saat ini wajib tidak berpuasa dan diharamkan untuk berpuasa.

3. Orang yang sudah tua renta dan dalam keadaan lemah, juga orang sakit yang tidak kunjung sembuh

Para ulama sepakat bahwa orang tua yang tidak mampu berpuasa, boleh baginya untuk tidak berpuasa dan tidak ada qodho baginya. Menurut mayoritas ulama, cukup bagi mereka untuk memberi fidyah yaitu memberi makan kepada orang miskin bagi setiap hari yang ditinggalkan. Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala.

“Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin.” (QS. Al Baqarah: 184)

Begitu pula orang sakit yang tidak kunjung sembuh, dia disamakan dengan orang tua renta yang tidak mampu melakukan puasa sehingga dia diharuskan mengeluarkan fidyah (memberi makan kepada orang miskin bagi setiap hari yang ditinggalkan)

4. Wanita hamil dan menyusui

Jika wanita hamil takut terhadap janin yang berada dalam kandungannya dan wanita menyusui takut terhadap bayi yang dia sapih misalnya takut kurangnya susu, maka boleh baginya untuk tidak berpuasa, dan hal ini tidak ada perselisihan diantara para ulama. Dalil yang menunjukkan hal ini adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

“Sesungguhnya Allah ‘azza wa jalla meringankan setengah shalat untuk musafir dan meringankan puasa bagi musafir, wanita hamil dan menyusui.”

Namun apa kewajiban wanita hamil dan menyusui jika tidak berpuasa, apakah ada qodho’ ataukah mesti menunaikan fidyah? Inilah yang diperselisihkan oleh para ulama. Pendapat terkuat adalah pendapat yang menyatakan cukup mengqodho’ saja.

Dari hadits Anas bin Malik, ia berkata, “Sesungguhnya Allah meringankan separuh shalat dari musafir, juga puasa dari wanita hamil dan menyusui.”

Jashshosh radhiyallahu ‘anha menjelaskan, “Keringanan separuh shalat tentu saja khusus bagi musafir. Para ulama tidak ada beda pendapat mengenai wanita hamil dan menyusui bahwa mereka tidak dibolehkan mengqoshor shalat.

Keringanan puasa bagi wanita hamil dan menyusui sama halnya dengan keringanan puasa bagi musafir.

Dan telah diketahui bahwa keringanan puasa bagi musafir yang tidak berpuasa adalah mengqodhonya, tanpa adanya fidyah. Maka berlaku pula yang demikian pada wanita hamil dan menyusui.

Dari sini juga menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan antara wanita hamil dan menyusui jika keduanya khawatir membahayakan dirinya atau anaknya (ketika mereka berpuasa) karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri tidak merinci hal ini."

Ulama yang berpendapat cukup mengqodho’ saja (tanpa fidyah) menganggap bahwa wanita hamil dan menyusui seperti orang sakit. Sebagaimana orang sakit boleh tidak puasa, ia pun harus mengqodho’ di hari lain. Ini pula yang berlaku pada wanita hamil dan menyusui. Karena dianggap seperti orang sakit, maka mereka cukup mengqodho’ sebagaimana disebutkan dalam firman Allah Ta’ala,

“Maka barangsiapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain.” (QS. Al Baqarah: 184).

Kondisi ini berlaku bagi keadaan wanita hamil dan menyusui yang masih mampu menunaikan qodho’. Dalam kondisi ini mereka dianggap seperti orang sakit yang diharuskan untuk mengqodho’ di hari lain ketika ia tidak berpuasa.

Namun apabila mereka tidak mampu untuk mengqodho’ puasa, karena setelah hamil atau menyusui dalam keadaan lemah dan tidak kuat lagi, maka kondisi mereka dianggap seperti orang sakit yang tidak kunjung sembuhnya.

Pada kondisi ini, mereka bisa pindah pada penggantinya yaitu menunaikan fidyah, dengan cara memberi makan pada satu orang miskin setiap harinya.

Editor : Ditya Arnanta

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut