MA Menangkan Keturunan Keraton Surakarta, SK Kemendagri 2017 Dinilai Disalahgunakan

SOLO, iNewskaranganyar. id - Mahkamah Agung RI akhirnya memenangkan para keturunan Karaton Kasunanan Surakarta Hadiningrat dalam perkara sengketa internal Keraton.
Dalam putusan kasasi No. 1950 K/PDT/2022, Mahkamah menyatakan bahwa SISKS Paku Buwono XIII telah terbukti melakukan perbuatan melawan hukum dengan menyalahgunakan Surat Keputusan (SK) Kemendagri No. 430-2933 Tahun 2017.
Sengketa Bermula dari Penyalahgunaan SK Kemendagri
Konflik panjang di tubuh Keraton Surakarta bermula dari penerbitan dan penggunaan SK Kemendagri No. 430-2933 Tahun 2017 yang ditengarai digunakan untuk membentuk lembaga-lembaga baru, menerbitkan surat keputusan yang tidak sah, hingga melakukan penggembokan paksa pintu utama Kori Kamandungan, sehingga menghentikan aktivitas adat, budaya, dan pariwisata.
Mahkamah Agung dalam amar putusannya menyebut, tindakan tersebut telah merugikan pihak-pihak lain, termasuk para keturunan sah dari Keraton, baik secara materiil maupun immateriil.
Meskipun nominal kerugian dinyatakan secara simbolik sebesar Rp1.000, pengakuan hukum ini menjadi dasar penting dalam meluruskan kembali tata kelola adat Keraton.
Eksekusi Riil: Pintu Keraton Dibuka, Kegiatan Adat Kembali Normal
Setelah putusan kasasi dinyatakan inkracht, Pengadilan Negeri Surakarta mengeluarkan Penetapan Eksekusi No. 13/PEN.PDT/EKS/2023/PN.Skt yang dilaksanakan pada 8 Agustus 2024. Eksekusi dilakukan secara terbuka dengan membuka kembali Pintu Kori Kamandungan.
“Eksekusi ini adalah tonggak pemulihan martabat dan tata adat Karaton. Semua kegiatan budaya, penelitian, dan wisata kini bisa kembali berjalan seperti sediakala,” ujar KPH Eddy Wirabhumi, selaku Ketua Lembaga Hukum Karaton Surakarta, dalam konfrensi pers, Senin (19/5/2025).
Perjanjian Perdamaian 2017 Dinyatakan Tidak Sah
Dalam perkara sebelumnya dengan putusan Mahkamah Agung No. 330 K/2020, perjanjian perdamaian yang dibuat pada 23 Juni 2017 juga dinyatakan
“tidak dapat diterima”. Dengan demikian, seluruh keputusan, pengangkatan, dan lembaga yang dibentuk berdasar perjanjian tersebut tidak memiliki kekuatan hukum.
“Dengan batalnya perjanjian tersebut, maka semua struktur bebadan baru, pengangkatan putra mahkota, dan pelaporan ke kepolisian yang dilakukan sejak tahun itu dianggap tidak sah,” jelas Eddy.
Keberlanjutan Tata Adat oleh Keturunan Sah
Seiring pemulihan fungsi adat, para keturunan sah dari trah Dinasti Mataram, termasuk para pengageng dan sentana dalem, kembali aktif menjalankan tugas pelestarian adat dan budaya Keraton.
“Ini bukan kemenangan individu. Ini kemenangan budaya dan leluhur. Keraton bukan milik pribadi, melainkan milik dinasti dan seluruh rakyat yang mencintai budaya,” tegas GRAy Koes Moertiyah Wandansari Pengageng Sasana Wilopo 2024.
Karaton Kembali Milik Dinasti
Putusan ini menegaskan kembali isi Keppres No. 23 Tahun 1988, bahwa bangunan dan seluruh kekayaan budaya Keraton Surakarta adalah milik Dinasti yang harus dilestarikan, bukan dimonopoli individu.
Dengan dasar hukum yang kuat, kini Karaton Surakarta Hadiningrat memasuki babak baru: mengembalikan marwah sebagai pusat budaya Jawa yang terbuka, lestari, dan inklusif.***
Editor : Ditya Arnanta