KARANGANYAR,iNews.id - Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam menganjurkan umat muslim untuk menikmati dan menyantap makanan dan minuman.
pada hari Tasyrik atau tiga hari setelah perayaan Idul Adha 911,12 dan 13 Dzulhijjah) merupakan hari istimewa, untuk itu Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam menganjurkan umat muslim untuk menikmati dan menyantap makanan dan minuman.
Karena keistimewaan hari tersebut, hari Tasyrik , dijadikan hari yang terlarang untuk melaksanakan puasa sunnah seperti puasa daud, puasa Senin dan Kamis, dan puasa sunnah lainnya. Dalil-dalilnya antara lain : Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa
“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang dari puasa pada dua hari: Idul fitri dan Idul Adha.” (HR. Muslim),
Kemudian Aisyah radhiyallahu'anha dan Ibnu Umar radhiyallahu'anhu, "Tidak ada keringanan yang membolehkan puasa pada hari-hari Tasyrik kecuali bagi orang yang tidak mempunyai hewan hadyu (hewan yang disembelih karena melakukan haji tamattu atau qiron." (HR Bukhari)
أيام منى أيام أكل وشرب وذكر لله. رواه مسلم
“Hari-hari Mina adalah hari-hari makan, minum dan berdzikir kepada Allah” (HR. Muslim) Sabda Nabi di hadis lain: “Diriwayatkan dari Uqbah bin Amir, bahwa Rasulullah SAW bersabda: hari Arafah (9 Dzulhijjah), hari Idul Adha (10 Dzulhijjah) dan hari-hari Tasyrik merupakan hari raya kita umat Islam.
Hari-hari tersebut merupakan hari makan dan minum.” (HR. Abu Dawud). Menurut pakar fiqih kontemporer, Syaikh Wahbah az-Zuhaili, berdasarkan hadis tersebut mayoritas mazhab fiqih bersepakat akan keharaman puasa pada hari Tasyrik.
Hanya Mazhab Hanafiyah yang tidak melabelinya sebagai keharaman. Mereka menghukuminya sebagai makruh tahrim, yaitu kemakruhan yang mendekati dengan keharaman.
Dari segi sanksi, jenis hukum itu sama dengan haram. Abu Bakar bin Muhammad al-Husaini dalam kitabnya 'Kifayat al-Akhyar' menjelaskan bahwa menurut pendapat terdahulu (qoul qadim) Imam Syafi’i puasa pada hari Tasyrik diperbolehkan bagi orang yang berhaji tamattu’ dan tidak memiliki hewan untuk disembelih.
Sedangkan pendapat terbaru (qaul jadiid) imam Syafi’i, berpuasa pada hari tasyrik tetap terlarang secara mutlak. Jika perpedoman pada qaul qodim, maka menurut pendapat yang valid orang yang selain haji tamattu’ tetap diharamkan untuk puasa saat itu.
Sedangkan pendapat Ibnu Rajab dalam bukunya Lathaif al-Ma’arif menjelaskan alasan keharaman berpuasa pada hari Tasyrik sebagai berikut, “Larangan berpuasa pada hari Tasyrik karena hari Tasyrik adalah hari raya umat Islam, disamping hari raya kurban.
Oleh sebab itu, menurut mayoritas ulama, tidak diperbolehkan berpuasa di Mina maupun di tempat lain. Berbeda dengan pendapat Atha yang mengatakan bahwa larangan berpuasa di hari Tasyrik, terkhusus bagi orang yang tinggal di Mina,” Ibnu Rajab juga menjelaskan, “Ketika orang-orang yang bertamu di rumah Allah merasa capek, karena perjalanan yang begitu berat, lelah setelah menjalankan ihram dan kesungguhan untuk melaksanakan manasik-manasik haji dan umrah, maka Allah mensyariatkan kepada mereka untuk beristirahat di Mina pada hari kurban dan tiga hari setelahnya.
Allah memerintahkan mereka untuk menyantap daging sembelihan mereka, karena kasih sayang Allah kepada mereka”. Inilahbeberapa alasan, tidak dibolehkannya melakukan puasa sunnah di hari tasyrik termasuk puasa Daud, Senin- Kamis dan puasa Ayyamul Bidh.
Sedangkan untuk puasa ayyamul bidh (13, 14, 15 Hijriyah) bisa diganti dengan puasa tiga hari setiap bulannya di hari lainnya di bulan Dzulhijjah.
Editor : Ditya Arnanta