SURABAYA, iNews.id – “Saya ingin mandiri. Saya ingin membangun keluarga bersama istriku. Tapi...mama selalu ikut campur dalam rumah tanggaku.”
“Itulah sepenggal ungkapan dari klien saya, saat saya melakukan riset tentang perkawinan. Kalau bicara tentang perkawinan....hmmm...banyak sekali yang bisa kita perbincangkan,” tandas Ant. Judi Hadianto, Pendamping Perkawinan Keluarga asal Surabaya, Sabtu (25/7/2022)
Disebutkan, lembaga yang dinamakan perkawinan seusia manusia itu sendiri. Dan dari waktu ke waktu tidak habis untuk didiskusikan.
“Perkawinan adalah persekutuan hidup antara seorang pria dan seorang wanita yang terjadi karena persetujuan pribadi, yang tidak dapat ditarik kembali,” ujar Judi yang berpengalaman beberapa tahun sebagai Pendamping Perkawinan Keluarga.
Menurut dia, perkawinan harus diarahkan kepada saling mencintai sebagai suami istri dan kepada pembentukan keluarga.
Oleh karena itu, dituntut kesetiaan yang sempurna serta mempunyai wilayah eksklusif yang mutlak menjadi hak pasangan suami istri tersebut untuk mengaturnya.
“Nah...bila ada pihak ‘ketiga’ yang ikut campur dalam ranah perkawinan tersebut, maka akan terganggulah lembaga perkawinan itu,” kata dia.
Pihak ketiga bisa berasal dari orangtua, pria idaman lain, wanita idaman lain, mertua atau pun keluarga besar yang lain.
Dari riset yang pernah saya lakukan, betapa ikut campurnya orangtua ke hidup perkawinan sang anak, dapat mengakibatkan terganggunya relasi suami istri.
“Dampak terberat adalah perceraian. Hmmm....tragis,” ungkapnya.
Orangtua seharusnya menyadari bahwa tidak sepenuhnya bisa mengatur seluruh aspek kehidupan rumah tangga anak.
Ada kenyataan di depan mata bahwa anak sudah memiliki wilayah eksklusif yang mutlak menjadi hak anak dan menantu untuk mengaturnya.
“Orangtua hanya bisa menampung keluhan anak. Tidak memberi keputusan,” imbuhnya.
Seringkali ada ‘perebutan kekuasaan’ antara orang tua dengan menantu. Orangtua masih merasa berhak atas hidup anaknya.
Kemudian merasa berhak mengatur, bahkan menjejalkan keputusan atas hidup perkawinan sang anak. Dan menantu juga merasa berhak atas hidup pasangannya.
Judi memiliki beberapa hal yang perlu disadari untuk kehidupan pasangan:
1. Perkawinan mempunyai wilayah eksklusif yang hanya dimiliki oleh pasangan suami istri
2. Wilayah eksklusif ini mutlak menjadi hak pasangan suami istri untuk mengaturnya.
3. Campur tangan pihak luar, baik keluarga besar maupun pihak-pihak yang tidak mempunyai hubungan kekerabatan dengan pasangan suami istri tersebut, akan menimbulkan dampak tidak sehat bagi kelangsungan hidup perkawinan pasangan suami istri tersebut.
4. Kehidupan keluarga inti mempunyai hak otonomi yang harus dihargai dan dihormati oleh siapapun juga.
5. Setiap perkawinan menampilkan kekhasan konflik dalam setiap keluarga dan harus dimengerti dan dihormati oleh siapapun.
Editor : Ditya Arnanta