KARANGANYAR,iNews.id - Perusahaan Otobus (PO) Haryanto bukanlah nama asing di jasa transportasi darat. Nama PO Haryanto itu sendiri diambil dari nama pemiliknya yaitu Haryanto.
Banyak yang tak tahu, cikal bakal berdirinya PO Bus Haryanto ini berawal dari satu unit Angkutan Kota (Angkot) yang dimiliki oleh Haryanto.
Seperti dikutip iNewskaranganyar.id dari kanal youtube Taufik RS, Haryanto bukan berasal dari keluarga kaya rata. Haryanto hanyalah anak seorang buruh tani biasa.
Sejak kecil Haryanto sudah didik untuk kerja keras. Tidaklah heran, semasa sekolah, Haryanto sudah berjualan es hingga mengembala ternak milik tetangga. Semua itu dilakukan oleh Haryanto untuk kelangsungan hidup keluargannya.
Haryanto sendiri anak ke 6 dari 11 bersaudra. Sejak kecil, Haryanto sudah bercita-cita ingin menjadi seorang tentara. Akhirnya pada tahun 1979, cita-cita Haryanto untuk menjadi seorang Tentara tercapai.
Saat menjadi anggota TNI, Haryanto berada di bagian transportasi. Tugas sehari-hari Haryanto mengendarai truck militer TNI. Penghasilan Haryanto saat menjadi anggota TNI dengan pangkat Kopral hanyalah Rp 18 ribu perbulan.
Dengan penghasilan yang sangat minim sekali, pada tahun 1982 Haryanto sudah memberanikan diri untuk menikah. Semangat bekerja Haryanto tidak pernah putus. Sadar penghasilannya kecil, Haryanto memutuskan untuk mencari kerja sambilan, menjadi supir angkot.
Pekerjaan sambilan itu terus Haryanto lakukan bila tugasnya sebagai anggota TNI sudah selesai dijalankan. Bisa dikatakan, untuk menghidupi istri dan tiga orang anak, tak ada waktu bagi Haryanto untuk beristirahat.
Hingga akhirnya di tahun 1984 dengan uang kurang dari Rp 1 juta, Haryanto memberanikan diri untuk membeli satu unit Angkot. Dengan angkuta milik sendiri, Haryanto tak mengenal kata istrirahat.
Ketekunan Haryanto membuahkan hasil. Pada tahun 1990, dirinya dipercaya untuk menjadi perwakilan bus Sumber Urip.
Pekerjaan itu terus dia lakukan hingga tahun 2000. Dari penghasilan sebagai perwakilan Bus Sumber Urip itulah Haryanto mampu membeli satu unit angkot. Hingga akhirnya, Haryanto memiliki 100 unit angkot.
Saat masih menjadi perwakilan bus Sumber Urip, Haryanto mencoba peruntungan lain. Haryanto membuka show room mobil yang menjual berbagai tipe angkuta. Dan show room angkuta yang dimiliknya ini, Haryanto mampu menjual setiap bulannya 20 sampai 30 unit angkot.
Dari hasil kerja kerasnya itulah angkot miliknya terus bertambah banyak. Hingga akhirnya Haryanto mempu memiliki 100 unit. Dan tiap bulannya, Haryanto mendapatkan hasil jutaan.
Sehingga, meski Haryanto berpangkat Kopral, namun pendapatan Haryanto tidaklah kalah dengan anggota TNI lainnya yang berpangkat lebih tinggi. Karena kesibukannya mengurusi bisnis angkot miliknya, meski masih berusia 42 tahun, Haryanto mengajukan pengunduran diri sebagai anggota TNI.
Karena mengundurkan diri, Haryanto tidak mendapatkan pesangon. Namun tiap bulannya, Haryanto menerima pensiunan sebesar Rp 800 ribu. Sejak mengundurkan diri, Haryanto mencoba mengembangkan bisnisnya dengan mendirikan perusahaan otobus (PO) yang diberi nama sesuai namannya.
Dengan modal pinjaman dari Bank sebesar Rp 3 miliar, Haryanto membeli enam unit bus. Dimana harga satu unit bus seharga Rp 800 juta. Awalnya, trayek PO Haryanto bukan Antar Kota Antar Provinsi.
Trayek awal, Haryanto hanya melayani trayek Cikarang - Cimone. Namun trayek ini sepi penumpang. Akhirnya, Haryanto merubah trayek bus dan kelas dari ekonomi menjadi eksekutif untuk melayani jurusan Antar Kota Antar Provinsi.
Haryanto memilih rute Jakarta - Kudus, Jakarta - Jepara dan Jakarta - Pati. Dan keputusannya itu tepat. PO Bus yang didirikannya berkembang pesat dan kini Haryanto memiliki armada ratusan bus.
Meski telah sukses, Haryanto tak melupakan karyawannya. Dimana, Haryanto selaku memberangkatkan karyawannya ke tanah suci. Kini selain memiliki bus yang jumlahnya cukup banyak, Haryanto pun masih memiliki angkot yang jumlahnya 150 unit, show romm, dua rumah makan, dan satu SPBU di daerah Kendal.
Sedangkan pendapatan setiap bulannya mencapai Rp 3 miliar bersih dengan pendapatan perharinya sebesar Rp 125 Juta.
Editor : Ditya Arnanta