Kisah Pak Kambali, Penyuluh Tunanetra Karanganyar yang Bangkitkan Semangat Disabilitas

KARANGANYAR, iNewskaranganyar.id – Dalam keterbatasan, ia menemukan kekuatan. Dalam gelap, ia justru menjadi penerang. Itulah kisah hidup Kambali, seorang penyuluh agama tunanetra asal Karanganyar yang telah mendedikasikan hidupnya untuk membimbing, menguatkan, dan memberdayakan kaum disabilitas sensorik netra.
Sejak tahun 2010, Kambali aktif turun langsung ke tengah masyarakat, menyampaikan dakwah Islam dengan cara yang bisa dipahami dan diterima oleh semua kalangan, termasuk penyandang disabilitas. Pada 2014, ia dipercaya memimpin Ikatan Tunanetra Muslim Indonesia (ITMI) Karanganyar, organisasi yang memfokuskan diri pada penguatan mental, spiritual, dan keterampilan para tunanetra.
Di bawah kepemimpinannya, ITMI tidak hanya menjadi wadah silaturahmi, tetapi juga pusat pembinaan keterampilan dan keagamaan. Beberapa program yang telah dijalankan antara lain pelatihan pijat refleksi, pembelajaran Al-Qur’an braille, konseling psikologis, bimbingan spiritual, serta pelatihan penggunaan teknologi adaptif seperti aplikasi suara dan pembaca layar.
“Yang kami perjuangkan adalah agar teman-teman bisa hidup mandiri, percaya diri, dan yakin bahwa mereka punya potensi besar,” ujar Kambali.
Perjuangan Kambali berlanjut saat ia mendirikan Yayasan Rumah Hebat Fatonah Karanganyar pada tahun 2019. Bersama rekan-rekannya, ia menciptakan ruang pembelajaran bagi kaum tunanetra untuk menggali keterampilan, memahami ajaran agama, dan mengembangkan usaha kecil yang berbasis komunitas.
Yayasan tersebut kini menjadi titik terang bagi banyak penyandang disabilitas netra yang ingin keluar dari bayang-bayang ketergantungan. Melalui pelatihan intensif, para peserta belajar cara membaca Al-Qur’an dengan huruf braille, menggunakan teknologi berbasis suara untuk kegiatan harian, hingga mengelola usaha kecil berbasis layanan atau produk.
Dalam pandangan Kambali, keberadaan teknologi di era Society 5.0 justru menjadi peluang besar bagi kelompok disabilitas, asal diberikan pelatihan dan akses yang memadai. Ia mendorong agar para tunanetra tidak tertinggal dalam arus kemajuan, melainkan ikut tumbuh bersama.
“Teknologi bukan musuh kami. Justru itu jembatan agar kami tetap relevan dan mandiri,” ungkapnya.
Berkat konsistensinya, banyak penyandang disabilitas yang dulunya pasif kini mulai aktif berwirausaha, menjadi pendidik sesama, dan mampu menjalani kehidupan secara mandiri. Bahkan, sebagian dari mereka telah berkontribusi di lingkungannya dengan menjadi motivator bagi rekan-rekan disabilitas lainnya.
Kambali bukan sekadar penyuluh agama. Ia adalah simbol kekuatan dari sisi yang sering dipinggirkan. Ia membuktikan bahwa keterbatasan fisik bukan alasan untuk berhenti berkarya atau mengabdi.
Kisah hidupnya menjadi pengingat bahwa dalam gelap sekalipun, cahaya bisa hadir—asal ada iman, semangat, dan ketulusan. Lewat dedikasi tanpa pamrih, Kambali kini menjadi inspirasi nasional dalam membangun masyarakat yang lebih inklusif dan manusiawi.
Editor : Ditya Arnanta