get app
inews
Aa Text
Read Next : Pohon Tumbang Timpa Siswa di Wonogiri Saat Upacara Hari Pramuka, Puluhan Luka

Kahyangan, Lokasi Memadu Kasih Antara Nyi Roro Kidul & Panembahan Senopati yang Benci Warna Hijau

Jum'at, 28 Oktober 2022 | 12:20 WIB
header img
Pintu Gerbang Khayangan, Lokasi yang benci warna hijau diyakini sebagai tempat Percintaan antara Nyi Roro Kidul dan panembahan Senopati (Foto: iNewskaranganyar.id/Bramantyo)

WONOGIRI,iNewskaranganyar.id - Kahyangan Wonogiri, salah satu tempat yang diyakini lokasi pertemuan antara Nyi Roro Kidul dan Panembahan Senopati. Di Lokasi ini pula diyakini sebagai tempat memadu kasih antara penguasa Laut Selatan dan penguasa Kerajaan Mataram.

Khayangan sebuat tempat terpencil yang terletak di Desa Dlepih Kecamatan Tirotomoyo atau berjarak 50 KM dari pusat kota Wonogiri. Lokasi ini erat hubungannya dengan kisah Danang Sutowijaya (kelak bergelar Panembahan Senopati, pendiri kerajaan Mataram) bergelar Panembahan Senopati ing Alaga Sayidin Panatagama Khalifatullah. 

Saat itu, Danang Sutowijoyo tengah mencari wahyu raja yang saat itu masih berada di tangan sang ayah bernama Ki Ageng Pemanahan.Meski berada di lokasi terpencil, namun untuk menuju ke Kahyangan tidaklah sulit. Pasalnya akses jalan menuju lokasi sangatlah mulus. 


Lukisan Penguasa laut Selatan Nyi Rolo Kidul yang dimiliki oleh BRM Kusumo Putro (Foto:iNewskaranganyar.id/Bramantyo)

Terik matahari begitu menyengat saat iNewskaranganyar.id tiba di Desa Dlepih. Rasa lelah langsung sirna saat tiba di Khayangan. Apalagi di lokasi ini, berada di lereng pegunungan Tirtomoyo yang dikelilingi hutan hijau.

Namun untuk menuju ke lokasi Khayangan tidak bisa dilalui dengan sepeda motor. Melainkan dengan berjalan kaki. Karena letak Khayangan sendiri berada di lembah jurang yang sangat curam. Di lokasi ini terdapat air terjun alami yang mengalir di di sela babatuan pegunungan. Sehingga, untuk menuju kelokasi itu, harus ditempuh dengan berjalan kaki.

Setelah bertanya pada warga sekitar, iNewskaranganyar.id ditunjukan lokasi yang dituju. Hanya saja,sebelum melangkahkan kaki, salah satu warga bertanya pada iNewskaranganyar.id. 

"Mas, boten mbeto klambi hijau kan (mas, tidak membawa baju warna hijaukan),"tanya warga Dlepih yang mengaku bernama Sarif.

Mendengar pertanyaan itu iNewskaranganyar.id pun balik bertanya, "Memangnya kenapa pak kalau bawa baju warna hijau,"tanya iNewskaranganyar.id.


Air Terjun di Khayangan (Foto:iNewskaranganyar.id/bramantyo)

"Itu pantangannya mas. Kalau mau kesana tidak boleh pakai warna hijau. Biarpun pakaian itu ditaruh didalam tas. Kalau dilanggar, kamu sendiri yang celaka,"jawab Sarif.

"Oh begitu ya pak, saya tidak bawa baju warna hijau,"jawab iNewskaranganyar.id sambil membuka tas punggung yang kenakan.

Setelah melihat isi tas, warga itupun mempersilahkan iNewskaranganyar.id untuk meneruskan perjalanan dengan berjalan kaki.

Nama Kahyangan tak lepas dari Panembahan Senopati, pendiri Kerajaan Mataram. Kala itu, Panembahan Senopati yang masih bernama Danang Sutowijoto berhasil membunuh Haryo penangsang.

Atas jasanya menang melawan Haryo Panangsang, akhirnya Danang Sutowijoyo mendapatkan hadiah dari Sultan Pajang kala itu yakni Sultan Hadiwijaya berupa tanah perdikan di Mentaok (Kotagede).

Saat itu Ki Ageng Pemanahan (ayah Panembahan Senopati) kala itu menjabat sebagai penguasa di tanah Mentaok masih dibawah kekuasaaan Sultan Pajang, yakni Hadiwijaya. 

Meski begitu Danang Sutowijoyo tetap bersikukuh menuju hutan Kahyangan menjalani laku bertapa mencari kebenaran wahyu keprabon. Hingga dalam perjalanannya,sampailah di sebuah desa terpecil (nDlepih) arah Selatan Wonogiri.

Dilokasi inilah, masyarakat sekitar mempercayai bila Panembahan Senopati, sebelum mendirikan tahta dinasti Mataram Islam ditanah Jawa, bertemu dengan penguasa Laut Kidul, Kanjeng Ratu Kidul. 


Kedung Pesiraman diyakini tempat Nyi Roro Kidul dan Panembahan Senopati mandi bersama (Foto: iNewskaranganyar.id/Bramantyo)

Dilokasi yang kini diberi nama Kahyangan itulah, Panembahan Senopati akhirnya mendapatkan wahyu keprabon untuk mendirikan kerajaan Mataram Islam di tlatah (tanah) Jawa.

Selain itu, saat Danang Sutowijoyo bertemu dengan penguasa laut selatan, Kanjeng Ratu Kidul itulah terjadi 'perjanjian gaib' antara keduanya. Dimana dalam perjanjian gaib itu ditegaskan semua raja Mataram di tanah Jawa, harus menjadi suami Kanjeng Ratu Kidul.

Mitos tersebut hingga saat ini masih dipercaya khususnya oleh masyarakat di Jawa. Disakralkan, tempat ini kerap dimanfaatkan orang untuk meditasi dan ngalab berkah pada malam Selasa Kliwon juga Jumat Kliwon. Terlebih di malam menjelang pergantian tahun Jawa (bulan Suro). 

Banyak pendatang dari luar daerah, terutama dari daerah Yogyakarta dan Surakarta, bertirakatan di sana. Termasuk menjelang pencalegan inipun banyak warga masyarakat yang ingin duduk di kursi Wakil Rakyat pun berbondong-bondong datang ke lokasi tersebut.

Perjalanan iNewskaranganyar.id pun akhirnya berhenti dirumah Wakino (70) yang dipercayai sebagai juru kunci Kahyangan.  Awalnya, Wakino menduga iNewskaranganyar.id sama seperti warga lainnya yang datang kelokasi yang paling disakralkan di tanah jawa ini untuk ngalap berkah.

Setelah diutarakan maksud dan tujuan kedatangan iNewskaranganyar.id, Wakino akhirnya memahami. Keterangan dari sang juru kunci, Kahyangan sebagai lokasi yang terkenal angker. 

Masyarakat sekitar maupun para spiritual yang datang ke lokasi tersebut tidak boleh berbuat sembarangan. Hati dan pikiran harus bersih dari niat kotor atau jahat. Ada beberapa tingkatan yang harus dilewati jika akan memasuki lokasi di Kahyangan. 

Diantaranya harus melewati makam seorang abdi dalem bernama Nyai Huju. Konon Nyai Huju merupakan satu abdi dalem Panembahan Senopati yang setia menemani Panembahan Senopati saat bertapa di Kahyangan.


Selo payung lokasi istirahat Panembahan Senopati (Foto: iNewskaranganyar.id/Bramantyo)

"Petilasan di Kahyangan sarat dengan cerita mitos ghaib terkait dengan  sejarah Danang Sutowijoyo (nama kecilnya) sebelum akhirnya bergelar Panembahan Senopati," ujar Wakino.

Menurutnya ada beberapa wilayah di Kahyangan yang juga memiliki lokasi keramat. Salah satunya adalah Sela Bethek. Sela Bethek itu sebuah batu berukuran sangat besar yang dipagari dengan anyaman dari bambu (bethek). Dipercaya sebagai lokasi awal saat Panembahan Senopati melakukan ritual semedi sesampainya di Kahyangan.

Batu Selo Bethek sendiri ucap juru kunci, dipercaya penduduk sekitar sebagai punden penunggu Kahyangan yang di tunggui oleh Nyai Huju, abdi setia Panembahan Senopati. 

Sepanjang hari, tugas abdi dalem ini mencari daun Huju. Oleh karena itu lantas abdi dalem setia Danang Sutowijoyo ini mendapatkan julukan Nyai Huju. Hingga akhirnya dipercaya untuk merawat dan menjaga Kahyangan, setelah Panembahan Senopati naik tahta menjadi raja di Kotagede.

"Nyai Huju dipanggil Panembahan Senopati (usai jadi raja) dan memberinya perintah agar tetap menjaga Kahyangan sepanjang hidupnya, bahkan sampai mati sekalipun Roh Nyai Huju dipercaya masih berada di Selo bethek, dan  masih tetap menjaga Kahyangan," tuturnya.

Di Kahyangan, ungkap Wakino, ada sebuah batu yang menjadi tempat palenggahan (duduk) Panembahan Senopati. Petilasan itu berupa batu berbentuk seperti payung. Dan akhirnya tempat itupun diberi nama Selo payung (batu Payung).


sebagai tempat duduk Panembahan Senopati saat bertapa (Foto: iNewskaranganyar.id/Bramantyo)

"Inilah salah satu lokasi tujuan para spiritual melakukan doa penyuwunan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dimana dulu Selo Payung juga digunakan Panembahan Senopati melakukan tafakur dan berzikir," jelasnya.

Waktu yang dipilih oleh pelaku spiritual ini untuk melakukan semedi (menyepi mendekatkan diri pada Yang Kuasa) yang datang dari berbagai wilayah ini biasanya setiap malam Jumat Kliwon dan Selasa Kliwon.

Namun terkadang  diluar dua hari tersebut banyak pengunjung yang datang dan bermeditasi  di bawah Selo Payung. 

Bahkan di malam menjelang pergantian tahun Jawa (bulan Suro), banyak pendatang dari luar daerah, terutama dari daerah Yogyakarta dan Surakarta, bertirakatan di sana.

Selain Sela Payung, ada petilasan lain yang semuanya serba batu. Diantaranya  petilasan Selo Gapit atau Penangkep berupa dua buah batu besar yang pada bagian atasnya saling bersentuhan mirip gapura. 

Masyarakat juga mempercayai jika berada di Kahyangan Dlepih tidak boleh mengenakan pakaian warna hijau pupus dan kain bermotif parangklitik.

Konon Kahyangan juga dijaga oleh Nyai Widiononggo, senopati jin yang berasal dari segoro kidul.  Keberadaannya,atas perintah Kanjeng Ratu Kidul yang ketika itu jengkar (pergi) dari Kahyangan nDlepih, setelah memberi petunjuk kepada Panembahan Senopati.

"Sedangkan jin Nyai Widiononggo (pengikut Ratu Kidul) memperoleh tempat di Selo Payung untuk tempat bersemayam, dan menjaga kedung pesiraman beserta seluruh petilasan yang pernah dipergunakan junjunganya memadu kasih dengan kekasihnya (Panembahan Senopati)," ucap Wakino yang lebih dari satu abad menjadi juru kunci.


Selo Bethek Pane (Foto: iNewskaranganyar.id/Bramantyo)

Setelah Petilasan Selo Payung, masih terdapat beberapa petilasan lagi di Kahyangan yang sangat dikeramatkan sekaligus dianggap paling wingit yaitu Batu Gilang. Lokasinya jauh di dalam hutan dan harus menyeberangi sungai yang sangat deras airnya yang mengalir di bawah Batu Gilang.

Keberadaan Batu Gilang yang berada di lereng pegunungan ini menjadi tempat sholat Panembahan Senopati berada di bawah sebuah pohon besar di pinggir sebuah jurang dan disampingnya terdapat dua buah air terjun yang berasal dari atas puncak Kahyangan. 

Pertemuan dua air terjun menjadi satu aliran air ini menurut cerita juru kunci Kahyangan pernah di pergunakan oleh Kanjeng Ratu Kidul sebagai tempat untuk Pesiraman atau mandi.

"Sumber mata air yang berasal dari dua buah aliran air terjun yang mengalir ke bawah menjadi tempat keduanya siram (mandi). Hingga dikenal dengan nama kedung pesiraman," lanjutnya.

Selain batu gilang, batu gowok yang berada tak jauh dari batu gilang juga pernah dipergunakan oleh Panembahan Senopati bersemedi ketika menerima wahyu keprabon menjadi raja di tanah Jawa. 


Selo Bethek (iNewskaranganyar.id/Bramantyo)

Konon keangkeran batu gilang dan pesiraman tak lepas dari sabda Kanjeng Ratu Kidul dan Panembahan Senopati ketika tasbih yang dikenakan oleh Panembahan Senopati putus dan terlepas dari lehernya saat keduanya tengah memadu kasih di pesiraman.

"Dan di batu tasbih inilah biasanya menjadi tujuan utama para pelaku ritual melakukan tapa brata dan  kungkum di pesiraman," pungkas Wakino.

Editor : Ditya Arnanta

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut